Direktur Utama PT Angkasa Pura II Tri S Sunoko mengungkapkan, selepas persetujuan diberikan pemerintah, tim Angkasa Pura II langsung bekerja untuk memroses pembuatan DED rancangan baru Bandara Soekarno-Hatta. ”Saat ini tim sedang ngebut menggarap proses pembuatan dokumen DED. Kita targetkan agar bisa selesai akhir 2011, sehingga target proses konstruksi fisik pada 2012 bisa dilakukan. Ground breaking yang kita rencanakan awal 2012 tidak boleh molor, karena bisa memberikan efek domino terhadap seluruh proses di belakangnya,” jelasnya.
Tri menegaskan, percepatan terhadap proses pengembangan Bandara Soekarno-Hatta mutlak untuk dilakukan. Hal itu mengingat jumlah pergerakan penumpang saat ini telah mencapai dua kali lipat dari kapasitas yang tersedia, yaitu 44,3 juta penumpang per tahun yang dilayani 14 maskapai pada jalulr penerbangan domestik dan 41 maskapai di rute internasional. Sedangkan kapasitas terminal yang tersedia hanya untuk melayani 22 juta penumpang per tahun. ”Target dari revitalisasi ini adalah meningkatkan kapasitas Bandara Soekarno-Hatta agar dapat melayani hingga 62 juta penumpang per tahun pada 2014,” ujarnya.
Pada rapat koordinasi yang dihadiri seluruh pihak yang berkompeten mengenai percepatan pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Wapres Boediono tidak sekadar menyetujui konsep rancangan baru bandara. Orang nomor dua di republik ini juga menegaskan bahwa proyek revitalisasi Bandara Soekarno-Hatta harus menjadi prioritas nasional agar permasalahan kekurangan kapasitas tersebut dapat secepatnya terselesaikan. Ada lima agenda besar yang ditekankan Wapres dalam merevitalisasi Bandara Soekarno-Hatta. Pertama, meningkatkan kapasitas pergerakan pesawat tanpa membangun landasan baru, namun dengan melakukan optimalisasi landasan pacu 1 dan 2 yang ada; Kedua, pengembangan Terminal 3 dan revitalisasi Terminal 1 dan Terminal 2 untuk menambah kapasitas pergerakan penumpang; Ketiga, pembangunan terminal kargo baru (Cargo Village); Keempat, pengembangan fasilitas penunjang (aksesibilitas dan fasilitas lain); dan Kelima, pembangunan integrated building (bangunan penghubung) antara T1 dan T2 yang berkonsep ”one stop service”.
Untuk mengoptimalisasi landasan pacu, Tri Sunoko memaparkan, yang akan dilakukan adalah merekonfigurasi runway 1 dan 2 dengan menambah jumlah taxiway serta meningkatkan kapasitas area parkir pesawat (apron) saat ini, dari 125 pesawat menjadi 174 pesawat. ”Pergerakan pesawat di Soekarno-Hatta saat ini 52 pergerakan per jam. Dengan mengoptimalisasi runway yang ada, kapasitasnya bisa kita tingkatkan menjadi 62 pergerakan per jam,” jelasnya. Optimalisasi landasan pacu tersebut dilakukan agar target kapasitas 62 juta penumpang per tahun dapat tercapai pada 2014 tanpa membangun landasan pacu yang baru.
Dijelaskan, membangun landasan pacu ketiga berikut terminal keempat yang dialokasikan di sisi utara bandara memang menjadi solusi lain yang ditawarkan guna meningkatkan kapasitas Soekarno-Hatta. Karena dengan adanya runway ketiga, volume pergerakan pesawat bisa didongkrak hingga 234 pergerakan per jam. Akan tetapi, keputusan untuk membangun runway ketiga tersebut sangat bergantung pada proses pembebasan lahan. ”Kita membutuhkan seluas 830 hektare lahan baru untuk membangun runway ketiga. Jika proses pembebasannya dapat diselesaikan pada 2013, runway baru bisa kita bangun. Tetapi kalau 2013 belum beres, maka pilihannya adalah harus membangun bandara baru. Karena Soekarno-Hatta sudah tidak bisa lagi dikembangkan, sementara pertumbuhan penumpang akan terus meningkat,” lanjutnya.
Selain optimalisasi runway 1 dan 2, agenda selanjutnya adalah melakukan pengembangan Terminal 3 serta revitalisasi Terminal 1 dan Terminal 2. Terminal 3 yang saat ini berdaya tampung 4 juta pergerakan penumpang per tahun akan dikembangkan hingga 25 juta penumpang per tahun, dengan membangun terminal tambahan yang akan menjadi bagunan utama (main building) dan terminal Pier 2. Sementara untuk program revitalisasi Terminal 1 dan 2, akan dilakukan penambahan luas masing-masing bangunan ke arah depan, untuk kemudian diintegrasikan dengan sebuah bangunan baru yang berfungsi sebagai penghubung (integrated building). Terminal 1 yang saat ini melayani 9 juta penumpang per tahun akan direvitalisasi agar bisa melayani menjadi 18 juta penumpang per tahun. Sedangkan Terminal 2 akan dikembangkan dari 9 juta menjadi 19 juta.
Pengembangan Terminal 3 direncanakan akan selesai pada 2013, kemudian program revitalisasi T1 yang dimulai pertengahan 2013 dan selesai 2014 dan disusul revitalisasi Terminal 2 mulai pertengahan 2012-2013, pembangunan terminal kargo baru akan tender dan selesai 2013. Sementara jadwal pembangunan fasilitas penunjang akan dilakukan secara paralel mulai 2011 hingga 2014. Sedangkan pembangunan gedung terminal terintegrasi (integrated building) antara Terminal 1 dan Terminal 2, perencanaan dan pembangunan dimulai pada 2011 dan selesai pertengahan 2013.
”Pengerjaan pengembangan Terminal 3 akan dijadwalkan lebih dulu, menyusul kemudian revitalisasi Terminal 1 dan 2. Hal ini agar operasional penerbangan yang ada sekarang tidak terganggu. Sebelum T1 dan T2 dikembangkan, seluruh kegiatan operasionalnya akan dialihkan ke T3,” jelas Tri Sunoko.
Tri menambahkan, untuk membiayai pembangunan pada sisi darat (landside) dana akan diambil dari kas internal PT Angkasa Pura II maupun penyertaan modal pihak ketiga jika diperlukan. Sementara untuk pengerjaan di wilayah sisi udara (airside), kebutuhan pendanaan akan dibiayai oleh pemerintah melalui APBN.
”Kami sangat mengharapkan sekali doa serta dukungan seluruh masyarakat, terutama pihak-pihak terkait yang berkompeten mendukung percepatan pengembangan Soekarno-Hatta, agar apa yang kita rencanakan dapat berjalan sesuai harapan. Sedianya Soekarno-Hatta ke depan tidak hanya menjadi kebanggaan kami, tetapi akan menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Modern Airport With Traditional Flavour
Grand design Bandara Internasional Soekarno Hatta merupakan konsep besar yang berfungsi sebagai pedoman (guidelines) di dalam pembuatan perancangan dan pengembangan yang mengacu kepada Rencana Induk Bandar Udara Soekarno Hatta. Hal tersebut sebagaimana ditetapkan dalam keputusan Menteri Perhubungan No: KM 48 Tahun 2008. Grand Design dibuat dengan pendekatan komprehensif untuk memberikan solusi, terutama terhadap masalah-masalah pokok seperti; Kapasitas, Aksesibilitas, Konektivitas, Intermoda dan aspek lingkungan.
Grand Design juga menjadi solusi untuk mengantisipasi perkembangan bandar udara selama kurun 20 tahun ke depan. Di mana telah diproyeksikan bahwa pada tahun 2020 hingga 2030, lalu lintas penumpang dan pesawat di kawasan Asia Pasifik diprediksi akan mengalahkan kawasan Eropa dan Amerika dengan jumlah pergerakkan mencapai lebih 2,3 miliar penumpang per tahun. Sejalan dengan itu, akan terjadi pula transisi pola rute penerbangan dari jarak jauh (Long-Haul) menuju jarak menengah (Medium-Haul).
Mendasari bahwa traffic penumpang angkutan udara di kawasan ASEAN terus meningkat pada kurun 10 tahun ke depan—khususnya Indonesia yang merupakan pasar cukup besar bagi angkutan Udara Internasional (arrival, transit dan destination) di kawasan Asia Pasifik dengan prediksi pertumbuhan antara 4,1% – 5.7 % per tahun—maka diperlukan langkah-langkah strategis dengan membuat grand design sebagai pedoman pembangunan sarana dan prasarana bandar udara secara komprehensif. Hal tersebut mengingat total jumlah pergerakan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta saat ini telah mencapai angka 44,3 juta per tahun (2010). Sementara kapasitas seluruh terminal yang ada hanya untuk 22 juta penumpang per tahun. Grand Design Soekarno Hatta dengan mengoptimalisasikan dua landasan pacu dirancang mampu menampung hingga 62 juta penumpang per tahun (ultimate).
Tri Sunoko menambahkan, dalam mengembangkan Bandara Soekarno-Hatta, Angkasa Pura II tidak akan mengubah konsep awal yang mengedepankan konsep arsitektur landscape airside dan landscape terminal. Yakni konsep bandara ramah lingkungan yang sarat dengan penghijauan dan kaya akan unsur-unsur etnik tradisional Indonesia. ”Citarasa tradisional Indonesia akan tetap kental terasa. Tetapi sistem dan konsep pelayanan akan kita bubuhkan dengan sentuhan moderen, sesuai dengan tuntutan perkembangan sebagai bandara yang ’world class’,” ujarnya. Singkatnya, lanjut dia, Soekarno-Hatta ke depan akan menjadi bandara berkarakteristik modern yang sarat dengan sentuhan arsitektural tradisional Indonesia atau ”Modern Airport With Traditional Flavour”. Ide ini merupakan upaya luar biasa untuk tetap mempertahankan karakter monumental bagi arsitektur Indonesia/Nusantara.
Bangunan Terminal 3 misalnya, akan dikembangkan dengan konfigurasi masa bangunan berbentuk U atau U-Shape yang dapat mengakomodasi seluruh kegiatan operasional penumpang. Di antaranya pelayanan penumpang, penanganan bagasi, pengunjung, perpindahan inter-moda, penumpang transit, penumpang transfer dan fasilitas komersial. Perpaduan dan harmonisasi berbagai kebutuhan operasional penumpang dengan fungsi dan kegiatannya tersebut akan terintegrasi di dalam bangunan untuk pelayanan publik. Sebut saja salah satunya central check-in yang merupakan jawaban terhadap kebutuhan pelayanan penumpang dalam memenuhi persyaratan kenyamanan, keamanan, ketepatan waktu serta melayani penumpang yang tersebar dalam kapasitas besar secara simultan.
Terkait kondisi iklim di Indonesia, Tri menambahkan, sebagian atap bangunan Terminal 3 akan mengadopsi bangunan monumental arsitektur di Indonesia yang bercirikan masa bangunan arsitektur tropis. Atap berarsitektur tropis ini akan menjadi solusi bagi kondisi dan karakteristik cuaca di Indonesia seperti hujan dan radiasi matahari yang intensitasnya tinggi. Keputusan tersebut juga merupakan hasil analisis untuk menghindari salah pengertian dalam menetapkan ciri arsitektur tradisional yang beragam di seluruh wilayah Indonesia/Nusantara.
Integrated Building
Integrated Building atau bangunan penghubung yang akan dibangun di antara Terminal 1 dan Terminal 2 adalah bangunan baru yang mengusung sistem pelayanan ”one stop service”. Konsep bangunan ini berbentuk circular (melingkar) dengan green wall di antara jalan akses yang memisahkan T1 dan T2. Selain itu dilengkapi pula lapisan kaca pada facade bangunan yang menyatu secara massa dengan bangunan eksisting T1 dan T2. Beragan fasilitas yang akan dihadirkan akan membuat bangunan ini sekadar sebagai bangunan penghubung antar-terminal, tetapi akan memberikan nilai lebih bagi Bandara Soekarno-Hatta yang diorientasikan menjadi kawasan ”Aerotropolis”. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain area parkir bertingkat, ruang konvensi (convensional hall), pusat belanja, sarana rekreasi, fasilitas hotel, perkantoran penunjang operasional bandara.
Tidak hanya itu, bangunan yang sangat mengusung konsep ramah lingkungan ini juga sedianya akan difungsikan pula sebagai interchange intermoda atau terminal intermoda dari sejumlah moda angkutan massal. Antara lain kereta api bandara, bus, serta people mover system atau kendaraan berbasis rel tanpa awak yang akan menjadi moda penghubung antara T1, T2 dan T3.
Pada awalnya arsitektural bandara internasional Soekarno-Hatta memperkenalkan konsep landscape airside dan landscape dari bangunan terminal T1 dan T2. Konfigurasi half circular dengan konsep fingers piers yang mulai operasional untuk T1 sejak 1985 dan T2 sejak 1992 merupakan hasil adaptasi dari arsitektur tradisional pada iklim tropis. Kemudian diintegrasikan dengan bentuk penyelesaian arsitektur/desain bandara modern atau masa kini. ”Dari segi arsiitektur, pengembangan yang akan kita lakukan sekarang tidak akan lari jauh dari konsep awal. Tetap ramah lingkungan dan mengusung nilai-nilai budaya nasional Indonesia,” pungkas Tri Sunoko.
Sekilas Angkasa Pura II
PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan perusahaan pengelola jasa kebandarudaraan dan pelayanan lalu lintas udara yang telah melakukan aktivitas pelayanan jasa penerbangan dan jasa penunjang bandara di kawasan Barat Indonesia sejak tahun 1984. Pada awal didirikan, 13 Agustus 1984, Angkasa Pura II bernama Perum Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng yang bertugas mengelola dan mengusahakan Pelabuhan Udara Jakarta Cengkareng (kini Bandara Internasional Soekarno-Hatta) dan Bandara Halim Perdanakusuma. Pada 19 Mei 1986, namanya berubah menjadi Perum Angkasa Pura II, dan pada 2 Januari 1993, resmi menjadi Persero sesuai Akta Notaris Muhani Salim, SH No. 3 tahun 1993 menjadi PT (Persero) Angkasa Pura II.
Saat ini PT Angkasa Pura II mengelola dua belas (12) bandara utama di kawasan Barat Indonesia, yaitu Soekarno-Hatta (Jakarta), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Polonia (Medan), Supadio (Pontianak), Minangkabau (Ketaping) dulunya Tabing, Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Sultan Syarif Kasim II (Pekanbaru), Husein Sastranegara (Bandung), Sultan Iskandarmuda (Banda Aceh), Raja Haji Fisabilillah (Tanjung Pinang) dulunya Kijang, Sultan Thaha (Jambi) dan Depati Amir (Pangkal Pinang) , serta melayani jasa penerbangan untuk wilayah udara (Flight Information Region/ FIR) Jakarta.
Seiring dengan pertumbuhan industri angkutan udara Indonesia yang meningkat pesat, Angkasa Pura II selalu mengedepankan pelayanan yang terbaik bagi pengguna jasa bandara. Bandara yang dikelola Angkasa Pura II selalu memperoleh penghargaan Prima Pratama dari Departemen Perhubungan RI untuk kategori Terminal Penumpang Bandara. Sebagai Badan Usaha Milik Negara, selama tiga tahun berturut-turut Angkasa Pura II telah memperoleh penghargaan The Best BUMN in Logistic Sector dari Kementerian Negara BUMN RI (2004-2006) dan The Best I in Good Corporate Governance (2006). Angkasa Pura II selalu melaksanakan kewajibannya memberikan deviden kepada negara sebagai pemegang saham dan turut membantu meningkatkan kesejahteraan dan kepedulian terhadap karyawan dan keluarganya serta masyarakat umum dan lingkungan di sekitar bandara melalui program Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar