“BERMAIN” DENGAN MASSA DAN RUANG
Dalam mendesain rumah yang berlokasi di kawasan Gading Serpong, Tangerang ini, arsitek Heru M. Prasetyo ingin memberi privasi lebih intens bagi pemilik namun ruang dalamnya tetap berkesan lapang dan terbuka. Pertama, arsitek membagi lahan seluas sekitar 1000 m2 untuk tiga massa bangunan. Massa utama dan paling besar ditata untuk ruang keluarga, ruang makan dan kamar tidur utama serta memiliki atap berbentuk pelana dengan teritis lebar sampai ke teras samping. Massa kedua dan ketiga berukuran lebih kecil serta ditata untuk garasi, area servis juga kamar tidur anak. Arsitek merancang wujud tiap massa berupa komposisi boks geometris dengan kolom struktur yang simpel sehingga menegaskan tampilan rumah urban modern. Yang unik adalah, diantara ketiga massa bangunan terdapat halaman dalam (inner courtyard) dengan kolam, lubang skylight besar dan disekat dengan dinding kaca. Desain ini memberi “kejutan” serasa berada di luar rumah sementara tiap ruang bisa ‘bernafas’ dengan leluasa. Pojok area terbuka yang menghadap ke muka rumah diolah menjadi foyer dan entrance.
Sebagian dinding luar rumah diberi finishing berupa semen kamprot dan dicat warna abu-abu serta susunan batu alam sebagai aksen atraktif sedangkan bidang penyekat di lantai atas terbuat dari deretan balok kayu. Pintu garasi, kusen jendela pintu kaca terbuat dari besi bercat warna putih agar menjadi unsur penyeimbang di fasad rumah. Arsitek juga berupaya mengoptimalkan sirkulasi udara segar, masuknya cahaya alami dan kontinuitas pandangan antarruang. Arsitek juga membangun satu massa tambahan di sisi kaveling yang berfungsi sebagai gudang dan dapur bagi bisnis pemilik rumah. Beranjak ke dalam rumah, furnitur dan aksesorinya dipilih yang simpel serta berwarna alami.
Lokasi : Kediaman di Gading Serpong, Tangerang
Arsitektur : Heru M. Prasetyo
Interior : Pemilik bersama dengan arsitek
RUMAH BANJAR MODERN
Kebudayaan masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan menyimpan ‘harta karun’ berupa rumah-rumah adat yang bernilai seni tinggi. Tipe rumah adat yang paling megah adalah Rumah Bubungan Tinggi yang menjadi tempat tinggal atau istana Sultan dan memiliki bentuk atapnya yang bersudut lancip 45o. Kini, tempat tinggal tradisional ini hampir punah sehingga membuat prihatin empat orang pengusaha yaitu Farida M.Harun, Janti Soekirman, Ira E. Andamara dan Pudji W. Purbo. Dengan dikoordinasikan oleh Farida, mereka datang ke Martapura untuk mencari dan membeli Rumah Bubungan Tinggi yang hampir rubuh lalu merevitalisasinya menjadi vila privat di kawasan Gunung Geulis, Ciawi Jawa Barat. Tiap bagian dari rumah tua dibongkar, diberi kode dan dibawa ke Jakarta bersama dengan tukang lokal untuk kemudian dibangun ulang di kompleks yang bernama Vila Amalina. Proses yang berlangsung sejak dua tahun silam ini mengacu pada aturan rumah adat asli dengan sedikit modifikasi agar sesuai dengan gaya hidup masa kini. Farida dkk juga mengumpulkan informasi tentang rumah adat ini diantaranya dari budayawan Drs. H.M. Syamsiar Seman.
Dilihat dari wujudnya yang simetris, rumah Bubungan Tinggi menunjukkan makna filosofi seimbang terutama dalam aspek pemerintahan. Sebagaimana tubuh manusia, rumah juga terbagi menjadi tiga bagian secara vertikal yaitu atap sebagai kepalanya, ruang-ruang sebagai badan dan tiang panggung sebagai kaki sedangkan bagian anjung menjadi tangannya. Karena keadaan alamnya berawa-rawa di tepi sungai, rumah ini dirancang dengan konstruksi panggung dan lantai yang tinggi. Struktur dasar bangunan terdiri dari pondasi yang terbuat dari kayu Kapur Naga. Bagian lain dari rumah seperti lantai dan dinding penyekat terbuat dari papan kayu ulin sedangkan penutup atapnya dari bahan sirap dan kerangkanya dari kayu ulin.
Dalam proses revitalisasi, bagian utama dari Rumah Bubungan Tinggi seperti atap, dinding dan tiangnya tetap dipertahankan tetapi bagian lain diubah sesuai dengan kebutuhan pemilik. Contohnya, tiang penopang dibuat lebih tinggi menjadi 2,8 m agar ruang di kolong rumah bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Susunan ruang rumah ini sifatnya berjenjang, simetris dan hierarkis sesuai dengan tata karma adat terwujud pada perbedaan ketinggian lantai yang semakin tinggi ke arah tengah rumah. Kondisi ini tetap dipertahankan pada rumah ini termasuk ruang utama yang berada persis di bawah atap tinggi dan menjadi kamar tidur raja. Ornamen dekorasi rumah adat yang bersumber dari ajaran Islam seperti ukiran motif floral yang distilasi dan kaligrafi pada bagian tiang dan tangga serta warna hijau, merah juga kuning tetap dipertahankan. Melalui rumah adat hasil revitalisasi ini diharapkan agar cara pandang (mind set) masyarakat umum, khususnya warga Banjar dan generasi muda berubah dan lebih menghargai ‘harta karun’ mereka.
Lokasi : Vila Amalina, kawasan Gunung Geulis, Jawa Barat
Arsitektur dan interior : Farida Mardiati dan Janti Soekirman
Petit Villa
Pemilik vila menginginkan sebuah tempat peristirahatan untuk “menyingkir” sejenak dari
rutinitas harian dan keramaian kota. Karena itu, pemilik vila memilih lokasi yang terpencil di daerah Dago Bengkok, Lembang dengan luas lahan 4000 m2. Posisi lahan berada di lereng bukit sehingga kontur tanahnya sangat curam. Konsep arsitektur vila ini muncul berdasarkan kebutuhan pemilik vila akan sebuah ruangan untuk tempat berkumpul dengan pemandangan terbaik ke arah lembah dan Bandung City View. Arsitek Alex Santoso menyusun dua massa bangunan berbentuk kotak persegi panjang yang ditempatkan saling tegak lurus dengan jarak 8 m sehingga menghasilkan ruangan diantaranya yang digunakan untuk ruangan keluarga dan ruangan makan. Bagian atap ruangan ini diangkat setinggi 1 meter dari ketinggian massa bangunan agar diperoleh pemandangan yang optimal. Bangunan berbentuk geometris ini diberi finishing berwarna monokromatis yaitu putih, abu-abu dan coklat tua agar lebih menonjolkan keindahan lanskap dan alam sekitarnya. Struktur vila ini menggunakan konstruksi beton bertulang konvensional dan atap datar dari dak beton yang diberi lapisan anti bocor/waterproofing agar siap dijadikan greenroof dengan tambahan gazebo atau bale bengong. Dinding keliling bangunan banyak menggunakan bukaan-berupa pintu dan jendela dari bahan kaca tembus pandang. Konsep interiornya pun didesain sederhana dan sangat fungsional. Di depan ruangan keluarga dan ruangan makan, terdapat teras luar yang luas yang dilengkapi dengan area duduk. Sekat pembatas antara kedua ruangan tersebut berupa pintu geser dari bahan kaca tembus pandang.
Lokasi : Desa Mekarwangi – Kecamatan Lembang, Kabupaten Badnung Barat, Jawa Barat
Arsitek : Wastu Cipta Parama – architects & designers
Tim Arsitek : Alex Santoso, Rizky Indraswary, Astrid Naomi, Hegiasri.
Kontraktor : Pipih Priyatna
Struktur : Hermanto Subagiyo
Furnitur : Rachmat
Pemilik : Bpk.Timmy & Ibu Christine
Desain Unik dan Pengalaman Ruang yang Kaya
Rumah di Kota Baru Parahyangan, Jawa Barat ini dibangun untuk mengakomodasi kebutuhan rumah tinggal sebuah keluarga dengan penekanan pada desain yang menarik dan taman belakang yang luas serta menghadap ke arah Waduk Saguling. Hal tersebut diterjemahkan oleh arsitek Alex Santoso, ke dalam desain massa bangunan yang unik dan “kaya” akan pengalaman ruang. Bangunan pada lahan seluas 850 m2 ini didesain dengan unsur geometris yang kuat dimana massa bangunan utama
berbentuk huruf “T” setinggi dua lantai yang ditempatkan di atas sebuah landasan.
Di samping kiri massa bangunan utama, terdapat massa bangunan tambahan dengan bentuk
dasar tabung berpenampang jajaran genjang dan dicat warna hijau cerah sehingga menjadi aksen. Antara massa bangunan utama dan massa bangunan tambahan terdapat celah
berupa ruang yang dinaungi oleh kaca tempered sehingga sinar matahari dapat masuk seperti sumur cahaya (light well). Di bagian depan massa bangunan utama, terdapat massa bangunan lain yang letaknya agak tenggelam. Ketiga massa bangunan menggunakan struktur kolom dan balok dengan konstruksi beton bertulang konvensional, sedangkan atapnya menggunakan rangka baja hollow dan plat beton bertulang. Yang unik dari ketiga massa tersebut adalah salah satu sisi dindingnya dibuat miring sehingga ruangan menjadi lebih dinamis. Di samping kiri terdapat ramp sebagai jalur utama sirkulasi vertilal yang nyaman. Naik ke lantai atas, terdapat jembatan kaca yang lantainya juga menggunakan kaca tempered tembus pandang dengan rangka baja dan beton komposit.
Desain interior rumah pun menarik. Dinding miring berwarna hijau cerah masih menjadi aksen dan focal point ruangan. Bidang dinding miring ini adalah dinding koridor dan latar dari ruangan keluarga. Dinding sekeliling ruangan menggunakan bahan kaca tembus pandang agar pemandangan luar yang hijau di sekitar Waduk Saguling dapat dinikmati secara optimal.
Rumah dengan luas bangunan lebih kurang 1000 m2 ini
terdiri dari tiga lantai. Lantai dasar terdiri dari ruang-ruang publik yang menyatu tanpa dinding penyekat dan ruangan tidur utama yang elevasinya lebih rendah dan dapat diakses melalui sebuah ramp. Lantai atas terdiri dari kamar tidur anak dan ruangan fitness sedangkan lantai semibasemen
untuk ruangan audio visual, ruangan servis dan garasi.
Arsitek : Wastu Cipta Parama – architects & desaigners
Tim Arsitek : Alex Santoso, Tongam Pangaribuan, Datu Nasangap, Ricky Permana, Rizky Indraswary.
Kontraktor : Yos dan Yohannes Kurnia Lim
Struktur : Hermanto Subagiyo
Lighting : Interbak
Furniture & Interior : Howardi, sweet room & TOTO kitchen
Landscape : Sylvia Juliana & Deden
Pemilik : Bpk. Cornellis & Ibu Lieke Laksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar