LIMBAH PERAHU SEBAGAI ELEMEN HUNIAN
Hunian berkonsep kontemporer yang ramah lingkungan menjadi topik utama hunian yang letaknya dekat pantai dan memiliki luas lahan hanya 350 m2. Untuk mengatasi keterbatasan lahan, dibuat split level pada hunian dan diupayakan banyak bukaan serta meminimalkan adanya dinding pemisah. Ruang tamu sekaligus ruang makan pantri dan sebuah kolam renang sepanjang 14 m berada dalam satu area sehingga hunian dengan tiga ruang tidur ini, terasa lapang. Perbedaan fungsi ruang hanya ditandai oleh perbedaan ketinggian lantai sedangkan kolam renang dibiarkan terbuka sehingga pemandangan di luar dapat dinikmati di dalam rumah. Untuk mengatasi keterbatasan ruang sekaligus menegaskan unsure kontemporer, arsitek memakai lantai kaca yang tebalnya sekitar 1,5 cm di atas kolam renang.
Selanjutnya, arsitek mencoba memanfaatkan limbah melalui proses daur-ulang, sesuai dengan konsep green yang ramah lingkungan. Dalam hal ini dimanfaatkan kayu bekas perahu para nelayan ikan dan limbah kayu lainnya menjadi sebuah karya yang bernilai seni dan bernilai jual tinggi. Kayu ini selalu dihiasi lukisan dengan warna-warna yang meriah dan kuat karena sudah teruji oleh segala macam cuaca termasuk air laut yang mengandung garam ternyata mampu membuat kayu tahan terhadap rongrongan rayap. Kayu bekas perahu dibersihkan kemudian dipotong dan di finishing (diamplas dan di coating) sesuai dengan prosedur membuat furnitur dan bisa juga menjadi elemen fasad rumah maupun art work. Pidekso memang selalu mempertimbangkan pemakaian bahan yang tahan lama dan tetap alami sehingga karyanya banyak diekspor ke luar negeri, seperti ke Amerika, Eropa, Australia, dan Singapura.
Lokasi : Kediaman Ginny & George Cross di Berawa, Cangu, Bali
Arsitek : Pidekso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar